Dulu saya sanggup menganggap jenis kesendirian ini sebagai kemewahan yang menentramkan ataupun kesederhanaan yang bersahaja. Rasanya saya tidak terima jika harus berbagi waktu dan rasa untuk orang lain. Membaca, duduk melamun di trotoar, mensketsa keramaian jalanan, pergi berkendara di tengah malam, dan semua hal yang saya inginkan hanya ingin saya lalui sendirian. Sendirian. Sendirian. Selama sembilan belas tahun kesendirian itu saya percayai lebih dari apapun. Dan itu begitu menyenangkan, karena saat saya bertemu masalah atau saat saya bahagia, saya tahu itu datang dari diri saya sendiri. Lalu, di puncak keletihan, kegelisahan, kesenangan, kenyamanan saya hanya harus segera berlari pada Tuhan. Hanya Tuhan dan Saya…. Suatu hari.. Untuk pertama kalinya saya tidak lagi bisa memesrai diri saya sendiri ataupun memesrai Tuhan dalam kesendirian. Suatu hari saya ingin menukar waktu – waktu sendiri saya untuk bisa duduk bersamanya. Seseorang yang bahkan tidak pernah saya sangka akan le...