Langsung ke konten utama

Suatu hari saya hanya berakhir sendiri..

Dulu saya sanggup menganggap jenis kesendirian ini sebagai kemewahan yang menentramkan ataupun kesederhanaan yang bersahaja. Rasanya saya tidak terima jika harus berbagi waktu dan rasa untuk orang lain. Membaca, duduk melamun di trotoar, mensketsa keramaian jalanan, pergi berkendara di tengah malam, dan semua hal yang saya inginkan hanya ingin saya lalui sendirian. Sendirian. Sendirian. Selama sembilan belas tahun kesendirian itu saya percayai lebih dari apapun. Dan itu begitu menyenangkan, karena saat saya bertemu masalah atau saat saya bahagia, saya tahu itu datang dari diri saya sendiri. Lalu, di puncak keletihan, kegelisahan, kesenangan, kenyamanan saya hanya harus segera berlari pada Tuhan. Hanya Tuhan dan Saya….

Suatu hari..
Untuk pertama kalinya saya tidak lagi bisa memesrai diri saya sendiri ataupun memesrai Tuhan dalam kesendirian. Suatu hari saya ingin menukar waktu – waktu sendiri saya untuk bisa duduk bersamanya. Seseorang yang bahkan tidak pernah saya sangka akan lewat dalam hidup saya bahkan sempat menuliskan ceritanya. Sampai saat ini dia mungkin masih impian saya, seseorang yang selalu bisa mengimbangi semua kecintaan saya. Lama kelamaan kesendirian bagi saya serupa ruang gelap yang menyeramkan, atau lorong sempit yang menyesakkan.

Suatu hari..
Saya dan dia menjadi berjauhan. Karena suatu keegoisan dan kearoganan. Ternyata kesendirian yang selama ini saya lalui adalah hal serupa yang ia akrabi. Keadaan yang datang terlalu cepat, dan dua orang yang tidak benar – benar siap menjadikan semua kesendirian itu kembali. Dalam beberapa waktu yang lalu kami rupanya tidak pernah benar – benar berbagi, sehingga saat dua keinginan tidak bertemu, kami memutuskan untuk jalan sendiri – sendiri.

Suatu hari..
Selepas itu semua, saya tidak lagi sanggup memaknai kesendirian dengan cara sempurna. Ketakutan, kecemasan terbang kesana kemari dalam ruang ruang imaji yang tidak saya sadari. Sendiri hanya membentuk sepi dan selalu membawa rasa rindu untuk kembali memikirkan seseorang sebagai tempat berbagi. Saya tidak lagi akrab dengan kesendirian..

Suatu hari..
Berhari – hari saya ditemani lagi oleh seseorang. Tapi semua itu tidak pernah sama, dan betapa egoisnya saat saya menginginkan kenyamanan lebih dari yang ia bisa berikan.

Suatu hari..
Saya hanya harus berakhir sendirian. sendirian. sendirian. Selama keegoisan dan kearoganan itu tidak bisa saya jinakkan, saya tidak butuh orang lain di sisi saya. Saya hanya akan terlalu banyak menyakiti orang yang bersama saya.


                                                                                                                                                                  Perempuan sentimentil ini telah banyak menyakiti,  






Komentar

Postingan populer dari blog ini

17th September

Simon Weil, Hugo Chavez, sampai Bill Kovach dan Rachel Maddow. Nama – nama itu sejajar dalam posisi sekian banyak orang hebat untuk saya. Tapi secara khusus tidak akan saya bahas mereka atau karya – karya dan pemikiran – pemikirannya, yang sebenarnya sudah sangat banyak dituliskan oleh orang – orang lain yang juga mengagumi mereka. Tanpa mengurangi sedikitpun pengaruh mereka bagi diri saya dan proses belajar saya, pada malam yang tampak lebih tenang dan gelap ini. Saya akan menceritakan mereka yang lainnya, delapan belas orang yang tidak hanya hadir selintas dalam perjalanan hidup perempuan keras kepala seperti saya. Mereka, delapan belas orang yang saya temukan secara bersamaan dan menyatu dalam satu konsep keluarga dan partner kerja professional. Dari delapan belas orang itu, ada tiga poros yang saya andaikan mereka sebagai matahari, bulan dan bintang. Poros pertama, sang matahari. Seorang perempuan yang memiliki kebesaran jiwa luar biasa, kemampuan memimpin yang tidak bis...

JURNALIS; ANTARA MESIN DAN MALAIKAT

Di tengah kegamangan berproses menemukan ritme sebagai pewarta, saya dibawa bertemu dengan seseorang sore itu. Salah satu jurnalis di sebuah media swasta yang berakusisi dengan media Amerika, CNN. Tidak disangka – sangka pertemuan yang awalnya dijadwalkan untuk memenuhi tugas mata kuliah etika jurnalistik, berbuah menjadi satu titik penegasan bagi saya untuk tidak berhenti dan meninggalkan proses belajar sebagai seorang insan pers. Jungkir balik liputan demi liputan yang saya lalui selama ini memberikan pemahaman praktis bahwa basic menjadi seorang jurnalis memang skeptic dan curiosity, tapi laku seorang jurnalis dalam menyajikan berita tidak cukup itu. Sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, jurnalis punya etik – etik tertentu untuk melindungi hak – hak publik. Itu yang seringkali masih banyak diabaikan oleh jurnalis negeri ini. Untuk itu, di tempat saya ditempa, mata kuliah etika jurnalistik menjadi satu keharusan dipahami dan diaplikasikan, demi ...

Dihempaskan Waktu

Baru kemarin rasanya, saya berada pada momentum mengenakan toga, membawa bunga - bunga, tersenyum dan memeluk teman - teman. Lalu sore kemarin, di dua hari setelah perayaan tujuh belasan. Saya kembali hadir menikmati euforia wisuda milik beberapa teman. Eh, rupanya setelah diingat - ingat saya juga sudah sempat hadir di wisuda periode sebelumnya. Jadi karena saya tidak sengaja menjadi golongan orang - orang yang terburu - buru lulus, maka saya dan beberapa orang tidak bisa bersama - sama diwisuda dengan sesama angkatan. Sepertinya sudah begitu adanya kehidupan perkuliahan, masuk sama - sama tetapi belum tentu keluar pun sama - sama. Intinya, seangkatan itu wisudanya tersebar ke beberapa periode dalam kurun tahun ini. Sehingga untuk kepedulian dan penghormatan kami menjadi saling mengunjungi momen pelepasan, hal ini juga sebenarnya diharapkan, bisa jadi semacam usaha memelihara rasa kedekatan dengan sesama angkatan, sekalipun tidak diwisuda bareng.  Sudah dua kali saya menjadi p...